Somebody out there is talking about you. Nobody can control the online conversation. (Christhoper Locke)
Semenjak kehadiran web 2.0. beserta prasasti-prasastinya macam blog, Facebook dan media jejaring sosial lainnya, lanskap interaksi manusia berubah secara revolusioner. Interaksi antar manusia menjadi langsung tanpa sekat apalagi perantara. Semuanya terjadi begitu vulgar tanpa saringan resmi. Mudahnya: tidak (boleh) ada dusta di antara kita.
Kecederungan kontemporer macam ini akhirnya juga berdampak pada interaksi antara negara dengan rakyatnya, politikus dengan konstituennya, atau pun perusahaan dengan pelanggannya. Pihak-pihak yang saya sebut terakhir—rakyat, konstituen, pelanggan—sebelumnya hanya menjadi subordinat dalam lanskap interaksi manusia. Pihak-pihak ini seringakali hanya dicekoki informasi, aturan dan lainnya secara vertikal tanpa punya kuasa untuk melakukan kontrol sosial secara langsung. Walhasil, pihak-pihak ini mesti menjadi “political animal”, dan “business animal” yang selalu dirugikan.
Tapi, semenjak kehadiran web 2.0. semuanya berubah secara signifikan. Pihak-pihak terpinggirkan tersebut mendapat kembali kuasanya untuk berinteraksi secara langsung dalam posisi yang horizontal dengan pihak lainnya. Tengoklah, kini, para pelanggan bebas memberikan kritik terhadap perusahaan jika terjadi praktek-praktek bisnis yang menyimpang. Tengok pula, apa yang dilakukan rakyat di berbagai negara yang bebas melakukan kontrol dan kritik sosial kepada penguasanya.
Penguasa, politikus, dan perusahaan kini tak bisa hidup tenang jika melakukan perbuatan tercela. Di luar sana banyak orang yang menggunjing tentang pelbagai kebobrokan yang telah dilakukan oleh pihak-pihak tersebut. Penguasa, politikus dan perusahaan, jelas, tak memiliki kuasa untuk mengontrol crowd yang kian eksis baik dari segi kuantitas ataupun militansi penyebaran idenya.
Lantas apa yang mesti dilakukan oleh 3P itu?
Bagi negara totaliter macam China, konstelasi macam demikian tetaplah harus dilawan dengan tindakan represif. Anda mungkin ingat ketika mencuatnya kasus Tibet beberapa waktu lalu. Pemerintah China, ketika itu, mendapat banyak kritikan tidak hanya dari luar tapi juga dari masyarakatnya sendiri. Ketika itu, banyak blog ataupun diskusi-diskusi di forum maya yang mengecam tindakan represif pemerintah terhadap para biksu di Tibet.
Pemerintah China, dalam hal ini, sadar bahwa sangat susah untuk melakukan pembredelan secara menyeluruh, karena kritikan itu muncul begitu banyaknya. Pemerintah China akhirnya menerapkan pola unik dalam mengawasi rakyatnya di dunia maya. Mereka menciptakan avatar bergambar polisi komunis China yang disebar ke seluruh forum-forum diskusi ataupun media jejaring sosial yang digunakan masyarakat China. Sepertinya, rezim ingin mengabarkan bahwa tindak-tanduk rakyat di dunia maya pun tidak akan lewat dari pemantauan mereka. Inilah yang disebut Adam B. Kushner dalam artikelnya di Newsweek sebagai Repression 2.0.
Pilihan berbeda diambil oleh Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Rudy Ariffin. Ketimbang melayani makian warganya dengan represif macam China, Rudy justru giat membangun conversation dengan warganya. Seperti diceritakannya pada Detik.com, Rudy gemar sekali menggunakan Facebook sebagai sarana merespon kritik dan makian warga masyarakatnya. Diakui Rudy, interaksi lewat Facebook membuat ia merasa dekat dengan warganya karena interaksi berlaku tanpa sekat. Dalam hal ini, nilai plus bagi Rudy adalah ia menggunakan Facebook-nya sendiri tanpa bantuan dari para staffnya.
Bagi negara yang melek internetnya masih relatif rendah, fenomena Rudy Ariffin bak oase di gurun Sahara. Ia mampu membawa satu budaya baru dalam lanskap interaksi penguasa dengan warganya. Rudy mampu memposisikan dirinya pada barisan horizontal dengan warganya. Dan memang semestinya demikian, toh Rudy pun merupakan mandataris rakyat yang mesti dekat dan mempertanggungjawabkan mandatnya pada warganya.
Selain itu, Rudy pun mencecap manfaat yang luar biasa hebatnya. Ia tentu semakin populer di kalangan masyarakat Kalsel yang gemar ber-Facebook. Rudy pun semakin mudah mengontrol kritik dan makian warganya secara langsung. Toh ia sendiri yang menangani kritik dan makian ini. Rudy telah memilih untuk terjun langsung, bercakap-cakap dengan warganya ketimbang mengerahkan polisi pamong praja untuk menghakimi warganya yang kritis.
Repression 2.0. dan Join the Conversation adalah pilihan. Tapi bagi saya yang anti-penistaan dan penindasan, tentu lebih arif menonton apa yang dilakukan oleh Rudy Ariffin, ketimbang menikmati apa yang dilakukan pemerintah China. Welcome to the Horizontal World!
Source Pic: Flickr
Langganan:
Posting Komentar (Atom)