Banyak orang, kemudian, menaruh curiga terhadap apa yang diungkapkan Manohara Odelia Pinot perihal kekerasan yang dilakukan sang suami terhadap dirinya. Mulai dari tarik-ulur pelaksanaan visum hingga pengunduran diri O.C. Kaligis dari tim pengacara dirinya, telah membikin persepsi bahwa Manohara bohong belaka. Dia membikin semua itu guna melambungkan popularitasnya yang memang belum terlalu kentara. Terlepas dari pro-kontra demikian, satu pertanyaan yang muncul adalah apakah dengan kasus ini nama Manohara akan terus melambung, atau justru semakin meredup?
Dalam ilmu pemasaran dikenal istilah fad marketing (FM). Istilah ini merujuk pada usaha atau strategi perusahaan (bisa juga individu) untuk mengenalkan produk secara cepat, melakukan pemasaran secara highly targeted, dan bermuara pada pembatasan produksi. Perusahaan membikin suatu produk hit untuk kemudian menghilang dari pasar (one night stand) untuk kemudian membikin produk lain. Contoh dari ini adalah Nokia. Sahabat pasti aware atas kegemaran Nokia membikin produk dalam waktu yang relatif rapat. Inilah praktek konkret fad marketing.
Dengan menerapkan FM ini, perusahaan ingin menancapkan sensasi merek di benak konsumen atas suatu produk hingga pada titik yang maksimal sehingga memaksa konsumen untuk merasakan kepuasan lain dari produk-produk yang akan dirilis setelahnya. Sederhananya, perusahaan ingin terus memupuk rasa “lapar” konsumen atas produk-produk yang dikeluarkanya. Pada titik ini, FM merupakan salah satu contoh strategi pemasaran.
Namun, terkadang FM juga menjadi sebuah gejala yang muncul dari sebuah praktek pemasaran. Artinya, perusahaan sebenarnya tidak membikin produk tersebut untuk one night stand, tapi pada kenyataannya produk tersebut akhirnya meredup sendiri seiring menurunnya kepuasan konsumen atas produk itu. Contoh ini adalah Friendster (FS). FS kini bagaikan “sampah” yang teronggok di internet. Ia ditinggalkan penggunanya akibat kehadiran Facebook (FB) yang lebih interaktif dan variatif. Akibatnya, FS kini tinggal menunggu waktu saja untuk menjadi bagian dari sejarah.
Pada konteks Manohara (dan artis lainnya), FM bergerak konsepsi gejala pemasaran. Banyak artis yang melambung karena sensasi yang kemudian sekonyong hilang bak ditelan bumi. Hal ini diakibatkan beberapa hal. Pertama, intensitas infotainment—kita asumsikan saja corong marketing artis—dalam memberitakan sebuah hal sangat intensif, dan tak henti-hentinya. Coba cermati bagaimana Manohara diberitakan hampir oleh semua Infotainment, tiap hari bahkan lebih dari sekali dalam sehari. Terlebih, apa yang diberitakan satu infotainment dengan infotainment lainnya terbilang mirip, hanya berbeda bungkus penyampaiannya saja. Hal inilah kemudian yang membikin rasa jenuh pemirsa (konsumen) atas suatu berita. Awalnya memang, banyak yang bersimpati terhadap Manohara dengan jalan mengikuti beritanya. Tapi karena terlalu intens, mereka justru berbalik mematikan TV tatkala menyiarkan berita Manohara.
Kedua,pragmatisme artis sebagai produk entertainment. Artis zaman sekarang cenderung lebih memilih jalur instan untuk bergerak di dunia entertainment. Mulai dari mengikuti ajang pencarian bakat hingga membebek bikin sensasi macam foto telanjang dan lainnya. Awalnya, atensi pemirsa akan bergerak naik secara cepat. Namun, seiring waktu atensi itu berbalik menukik tajam akibat jengahnya pemirsa atas pemberitaan tersebut.
Dalam kasus Manohara, saya sebenarnya tidak berfikir bahwa dia berbohong untuk melambungkan popularitasnya. Namun, satu hal, Manohara mendapat benefit dari kasus yang menimpa dirinya dalam hal awareness masyarakat terhadap dirinya. Manohara menjadi berita nasional, dibicarakan seantero negeri hingga menyulut sentimen nasionalisme terhadap negeri tetangga. Manohara mendapat “durian” di tengah terpaan “badai”.
Sayangnya, Manohara gagal dalam mengelola brand dirinya dalam menggerakkan kepopulerannya itu. Ia justru terlibat dalam sirkus infotainment dengan menarik-ulur pelaksanaan visum dan justru sibuk menghadiri wawancara di berbagai stasiun TV. Wajar jika kemudian banyak masyarakat menganggap Manohara hanya cari sensasi saja untuk melambungkan popularitasnya.
Sekarang, apakah Manohara akan cepat meredup? Sampai saat ini saya berfikir “Ya”. Terlalu intensnya dia melibatkan diri dalam sirkus infotainment menjadi alasan terbesar nama dia akan cepat meredup. Masyarakat terlampau bosan melihat sirkus macam demikian. Terlalu sering kita disuguhi berita-berita sensasi artis yang bikin jengah. Sangat wajar, bila kemudian Manohara pun akan cepat dilupakan secepat ia mendapat perhatian. Kecuali, Manohara mampu membikin suguhan sensasi hit lain secara berkesinambungan seperti yang dicontohkan dengan cerdas oleh keluarga Azhari. -)
Source Pics: mypics1207@flickr