Iklan (advertising) merupakan salah satu elemen dari Marketing Communication Mix yang penggunaannya paling populer dan lazim digunakan oleh perusahaan. Apapun jenis perusahaannya, hampir dapat dipastikan mereka pasti pernah menggunakan iklan untuk memperkenalkan produknya ke pasar, entah itu dengan menggunakan iklan televisi, media cetak, billboard, internet atau hanya sekadar menyebarkan selebaran-selebaran (flyer ) di jalan. Menurut Phillip Kotler, setidaknya ada empat tujuan dari penggunaan iklan, yaitu untuk menginformasikan (informative), ajakan (persuasive), pengingat (reminder), dan meyakinkan calon pembeli (reinforcement). Selain itu, keempat unsur ini mesti disesuaikan dengan kondisi pasar saat ini.
Terkait dengan kondisi pasar saat ini, tentunya tak terlepas dari krisis ekonomi yang sedang mengekang dunia saat ini. Pengaruh dari krisis ekonomi ini baik secara langsung ataupun tidak langsung sudah mengenai semua elemen perusahaan, tak terkecuali bagian marketing. Marketer semakin dituntut untuk berpikir kreatif dan tentunya, on budget, dalam menghadapi situasi macam ini. Mereka mesti dapat menciptakan suatu creative solution yang dapat menjadi katalisator peningkatan pendapatan perusahaan namun tetap mempertimbangkan anggaran yang ada, sungguh dilematis bukan?!
Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh para marketer dalam hal ini adalah memilih media komunikasi marketing yang tepat dan efektif. Saat ini sudah begitu banyak tersedia media-media komunikasi, mulai dari yang gratisan hingga yang mahal. Apalagi dengan bermunculannya berbagai macam situs-situs jejaring sosial macam Facebook, Twitter, MySpace, dan lainnya yang kemudian semakin memperkaya pilihan atas media yang tepat. Banyaknya pilihan media ini jauh-jauh hari sudah diprediksi oleh Seth Godin. Dalam bukunya All Marketers are Liars ia pun dengan berani menyatakan bahwa masa keemasan iklan televisi saat ini sudah berakhir. Alasannya, para konsumen sudah tak lagi mempercayai iklan dan lebih memilih untuk berganti channel ketimbang menonton iklan. Selain itu, menjadikan televisi sebagai media komunikasi pemasaran pun membutuhkan biaya yang relatif besar. Oleh karena itu, apabila marketer tak mampu untuk membuat content yang kreatif dan unik maka dapat dijamin bahwa iklan itu akan kehilangan daya pikatnya, dan uang yang sudah diinvestasikan akan menjadi “uang sial”. Terlepas dari itu semua, memang harus diakui bahwa iklan televisi masih menjadi salah satu media komunikasi pemasaran yang paling populer dan efektif untuk saat ini. Iklan televisi tak lagi hanya menjadi sekadar ajang beli slot-slot iklan di televisi, namun jauh dari itu terdapat perang ide yang kemudian menentukan apakah suatu iklan nantinya akan efektif atau tidak.
Kembali ke iklan Air New Zealand, sebenarnya itu merupakan salah bentuk dari konten unik dan berbeda yang ditawarkan oleh para marketer perusahaan tersebut. Sudah bukan rahasia lagi bahwa industri penerbangan akhir-akhir ini cukup mengalami pukulan telak akibat adanya krisis ekonomi global, belum lagi dengan maraknya pemberitaan mengenai virus flu babi (H1N1) yang berimbas pada dikeluarkannya travel warning ke beberapa negara. Oleh sebab itu, Air New Zealand pun mau tak mau mesti memikirkan cara agar tetap eksis dan meningkatkan profitabilitasnya di saat seperti ini sehingga muncullah ide untuk membuat iklan televisi yang seperti itu (baca: unik). Ide-ide kreatif macam ini memang sedang tumbuh subur pada saat krisis seperti sekarang ini dan bukan hanya Air New Zealand saja yang berpikiran melawan arus seperti itu.
N.B.: untuk melihat iklannya dapat dilihat di sini