Brand Friendship: Kesetaraan Produsen dengan Konsumen

,
Tak dapat dipungkiri lagi bahwa hubungan yang kuat antara suatu brand dengan para konsumennya menjadi suatu aset yang penting bagi perusahaan manapun dalam mempertahankan eksistensi produknya di pasar. Hal ini pula yang kemudian membuat banyak perusahaan (khususnya bagian pemasaran) yang mati-matian membangun brand loyalty karena mereka menyadari bahwa loyalitas yang tinggi dari para konsumennya dapat menjadi competitive advantages di tengah persaingan pasar yang semakin sengit. Namun disadari atau tidak, memperlakukan konsumen hanya sebagai “aset” yang harus dipertahankan akan sangat berpengaruh bagi loyalitas konsumen itu sendiri.

Konsumen, apapun latar belakangnya, adalah makhluk sosial yang memiliki perasaan dan juga pikiran, bukan hanya sekadar aset yang apabila tak berguna kemudian dapat dicari lagi penggantinya. Terlebih lagi, saat ini konsumen sudah lebih cerdas dan kritis dalam memaknai peranan mereka. Mereka sudah lebih menyadari bahwasanya mereka memiliki kebebasan dan kekuasaan dan tak perlu lagi “didikte” oleh para diktator yang bernama produsen. Hal ini lah yang kemudian menuntut perusahaan untuk dapat membina hubungan yang lebih setara dengan para konsumennya. Kalau perlu, jadikanlah para konsumen sebagai sahabat, bukan hanya sebagai mitra, partner, dan semacamnya. Untuk itu, maka muncullah gagasan baru yang kemudian disebut dengan brand friendship.


Kosakata brand friendship bisa jadi adalah istilah baru yang jarang terdengar dalam dunia pemasaran kontemporer. Lalu, apa sebenarnya brand friendship itu?. Dalam praktiknya, brand friendship sebenarnya tidaklah jauh berbeda dengan brand loyalty. Hanya saja, brand friendship—sesuai dengan namanya—mempunyai kedalaman makna dan tentu saja, kekuatan ikatan dan hubungan antara subjek dan objeknya, dibandingkan dengan brand loyalty. Mudahnya begini, Ketika kita ditanya manakah yang hubungannya lebih dekat, loyalis atau sahabat? Tentu saja kita akan menjawab sahabat. Ditambah lagi, dalam membangun suatu brand friendship¸setidaknya diperlukan tiga hal utama yang menjadi katalisnya, yaitu sense of belonging, friendship, dan dependability.

Sense of Belonging

Tahap awal dalam menciptakan brand friendship yang sukses adalah sense of belonging (rasa memiliki). Konsumen yang sudah mempunyai sense of belonging terhadap suatu brand, maka tidak sulit rasanya untuk mempertahankan mereka dan terus meningkatkan tingkat loyalitas mereka. Sense of belonging ini sendiri sangat berbeda-beda dalam realitanya tergantung dari brand yang bersangkutan. Antusiasme para konsumen BMW dalam menghadiri acara launching tipe terbarunya bisa jadi termasuk ke dalam sense of belonging, namun lain halnya apabila yang melakukan launching tersebut adalah Toyota. Lantas, apakah yang menciptakan sense of belonging itu sendiri?. Menurut Steve Mckee dalam artikelnya di BusinessWeek, hal yang paling penting dalam menciptakan sense of belonging adalah relevansi. “Brands that generate the strongest sense of tribal identity are so relevant to the wants and needs of their customers that they generate a natural gravitational pull”, itulah sebagian dari argumennya mengenai relevansi dalam penciptaan sense of belonging. Namun, adanya sense of belonging ini belumlah cukup untuk menciptakan brand friendship yang baik karena masih memerlukan dua hal lagi untuk melengkapinya, yaitu friendship dan dependability.

Friendship

"The only way to have a friend is to be one." Dogma itu bisa jadi merupakan cara yang paling benar dalam menggambarkan apa arti pertemanan sebenarnya. Begitu pula jika dikaitkan dengan brand dari suatu produk, untuk dapat bersahabat dengan para konsumennya maka mau tidak mau ia mesti “melebur” dengan para konsumennya tersebut. Tampaknya hal ini pun sudah sangat disadari betul oleh beberapa merek terkenal, Starbucks misalnya. Bagi kebanyakan orang (di Amerika Serikat khususnya) kunjungan mereka ke kedai kopi tersebut ibarat kunjungan ke tempat kerabat atau teman dekat mereka di mana mereka dapat merasa nyaman dan familiar. Inilah kunci untuk membangun kedekatan dengan para konsumen, buatlah mereka familiar dan nyaman dalam menggunakan produk, baik itu bentuknya barang maupun jasa. Lagi-lagi, ini pun belum cukup untuk dapat membuat pertemanan yang solid. Perlu diingat bahwa tidaklah mungkin untuk memaksakan konsumen agar dapat merasa nyaman ataupun familiar dengan brand dari suatu produk. Untuk itu maka diperlukan hal ketiga, yaitu dependability.

Dependability

“true friend is someone you can count on”, itulah kunci terakhir dalam menciptakan brand friendship yang sukses. Brand yang sukses dalam menjalin hubugan dengan para konsumennya adalah brand/produk yang terbukti dapat diandalkan ketika para konsumen sedang membutuhkannya. Inilah yang kemudian membuat para konsumen BCA cenderung loyal dengan ATM BCA karena mereka terbukti dapat diandalkan ketika sedang dibutuhkan. Coba saja lihat berapa banyak jumlah mesin ATM BCA yang bertebaran, baik itu di kota besar, kota kecil, tempat perbelanjaan, kampus,rumah sakit, atau sekadar di pinggir jalan.

Terlepas dari benar atau tidaknya bahwa pertemanan dengan konsumen memang benar-benar ada atau tidak—karena kesetaraan antara produsen dengan konsumen memang sulit tercipta— tidak ada salahnya bagi para marketer dalam menerapkan konsep brand friendship ini. meskipun nantinya konsumen target tidak benar-benar menjadi “sahabat” baik, setidaknya mereka sudah mengalami peningkatan loyalitas yang cukup signifikan pengaruhnya terhadap eksistensi suatu brand nantinya.



0 komentar to “Brand Friendship: Kesetaraan Produsen dengan Konsumen”

Posting Komentar

 

Marketing Kami Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger