Merangsang Kepedulian Konsumen Muda

,
All..ini adalah tanggapan saya atas merebaknya dendeng sapi yang ternyata dicampur daging babi beberapa waktu lalu. Artikel ini telah dipublikasikan oleh Harian Pikiran Rakyat (Bandung), Selasa (28/04)
----------------------------------
Merangsang Kepedulian Konsumen Muda
Oleh VERI NURHANSYAH TRAGISTINA

Beberapa hari lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memublikasikan sejumlah merek dendeng sapi yang mengandung daging babi. Di negeri ini, isu dan kasus-kasus semacam itu sering termarginalkan isu-isu lain macam politik dan isu lainnya. Padahal, kasus-kasus demikian sering tampil dan berpengaruh besar terhadap masyarakat. Sebelumnya, kita dikejutkan oleh penemuan melamin dalam biskuit, bakso yang dicampur boraks, dan yang fenomenal adalah tampilnya produk tahu yang diawetkan dengan menggunakan formalin.

Dalam ilmu pemasaran, sebenarnya konsumen adalah pihak yang digelandang pada strata paripurna. Ia menjadi "dewa" dalam mekanisme pemasaran produk suatu perusahaan. Segala keluh-kesah konsumen menjadi bahan pelajaran penting dalam meningkatkan kualitas baik produk ataupun pelayanan perusahaan. Bahkan, pada praksisnya, tercipta adagium "konsumen bebas marah, tetapi perusahaan dilarang membalas".

Kecenderungan itu sebenarnya menjadi peluang bagi konsumen untuk melakukan kontrol sosial terhadap produk dan aktivitas pelayanan perusahaan. Ia memiliki kuasa untuk menerkam ketidakjujuran yang dilakukan perusahaan. Lantas, kenapa kasus-kasus seperti itu selalu tampil ke permukaan?

Sejak reformasi menjadi alat merevolusi negeri ini, informasi hadir menyeruak bak air bah. Ia hadir melingkupi banyak ruang, menerabas batas kota dan desa. Ia hadir hampir ke seluruh ruang termasuk ruang-ruang terpencil sekalipun. Hal itu didukung pula kemajuan teknologi. Internet maupun media-media mainstream lainnya mengalami kemajuan yang signifikan.

Pada konteks perlindungan konsumen, konstelasi kontemporer semacam itu memberi peluang dalam mencegah dan menekan praktik pembohongan oleh perusahaan. Apalagi setelah Tim O’Reilly mengintroduksi konsep Web 2.0. pada 2004. Teknologi internet khususnya, semakin interaktif dan dua arah. Konsumen mudah mendapatkan informasi tentang suatu produk dari pelbagai sudut. Sehingga berkecenderungan membuat konsumen lebih cerdas dalam menentukan apakah suatu perusahaan berbohong atau tidak dalam mempromosikan kualitas produknya.

Di negara-negara Barat yang tingkat melek internet nya tinggi, kemajuan teknologi informasi benar-benar menjadi alat signifikan dalam melakukan kontrol sosial terhadap perusahaan. Konsumen di sana mendapatkan kuasanya kembali sebagai pihak paripurna dalam mekanisme pemasaran perusahaan.

Di negeri ini situasinya berbeda. Walau teknologi informasi berlari sama tunggang-langgangnya, ternyata hanya sebagian kecil yang menikmati manfaat kemajuan teknologi tersebut. Akibatnya fatal, kuasa konsumen tercerabut dari akarnya. Kontrol sosial yang dilakukan konsumen masih sangat minim dan tidak signifikan. Apalagi, instrumen negara macam BPOM sering ketinggalan langkah dalam melakukan pengawasan mutu dalam bingkai perlindungan hak-hak konsumen.

Konsumen muda

Penulis masih optimistis jika internet adalah moda kontrol sosial konsumen yang signifikan di negeri ini. Memang, tingkat melek internet masih rendah, tetapi prevalensi melek internet di Indonesia berkecenderungan untuk signifikan di kemudian hari. Bahkan, menurut kantor berita Antara, pengguna internet akan tumbuh 40% di tahun 2009 ini menjadi sekitar 35 juta pengguna (Antara, 27/01).

Saya pikir sebagian besar dari jumlah itu berasal dari kalangan muda. Benar, saat ini adalah era kedigdayaan net generation. Generasi ini diperkuat barisan manusia muda yang lahir pada periode 1977-1997. Generasi inilah yang sedang dan bakal memimpin percaturan informasi dunia dalam beberapa dekade ke depan.

Sebelumnya, banyak orang yang ditikam cemas akan hadirnya generasi ini. Net generation, awalnya, dianggap sebagai me generation yang introvert, cuek, dan tidak peduli pada kondisi sekitar. Ia hanya terbenam pada kesenangan sendiri di balik layar komputer atau laptopnya. Namun, hal tersebut terbantahkan. Don Tappscot dalam Grown Up Digital, memuat temuan bahwa net generation adalah generasi yang memiliki kepedulian tinggi terhadap sekitar.

Realitas ini memberi kabar gembira dalam konteks perlindungan konsumen di tanah air. Para konsumen muda yang dianggap sebagai net generation mesti diberdayakan dalam mendiseminasikan kontrol sosial atas suatu produk. Kini, telah banyak media sosial semacam blog, facebook, youtube, dan twitter yang menjadi prasasti dalam membuka kebohongan yang dilakukan oleh perusahaan.

Konsumen muda mesti dirangsang untuk menggalakkan wacana, review, dan kontrol sosial atas suatu produk atau perusahaan di media-media tersebut. Saat itulah, wacana-wacana tersebut akan merebut perhatian publik dan media-media mainstream lain seperti televisi dan surat kabar. Hal ini akan menarik mekanisme diseminasi isu lintas media dari media internet ke media mainstream yang banyak terjangkau oleh masyarakat. Dan karenanya, konsumen negeri ini akan semakin melek terhadap kebohongan yang dilakukan produsen sebagai ekses kepedulian dan kepemimpinan konsumen muda dalam mencacah percaturan informasi di tanah air. ***

Penulis, peminat Societal Marketing pada Program Studi Ilmu Administrasi Niaga Universitas Indonesia.

Source Pict: Flickr

0 komentar to “Merangsang Kepedulian Konsumen Muda”

Posting Komentar

 

Marketing Kami Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger