Erotica Marketing:Penggunaan unsur erotis dalam dunia pemasaran

,

           
Siapa sih yang tidak tertarik dengan wanita-wanita cantik?! apalagi bila mereka dibalut dengan busana yang sedemikian sexy dan ditambah dengan gesture yang sangat “mengundang”, orang-orang—khususnya kaum Adam, jelas akan dibuat menelan ludah karenanya. Ketertarikan terhadap wanita-wanita cantik dan sexy serta hal-hal yang berbau erotisme adalah suatu kelaziman yang memang sangat wajar adanya, bahkan di antara para wanita pun juga seperti itu.

Dalam dunia marketing sendiri, penggunaan aspek-aspek erotis dan mengundang syahwat untuk menarik minat target market bukanlah barang baru lagi. Kalau tidak percaya coba saja tengok majalah-majalah atau iklan yang menggunakan perempuan cantik dan sexy sebagai eye-catchernya, banyak sekali bukan?! Meskipun hal-hal erotik yang “disodorkan” bukanlah sebagai konten utamanya, namun tanpa disadari seringkali konsumen terjebak dan tertarik untuk membeli produk tersebut. Keampuhan sihir erotis ini memang sudah diakui, yang kemudian disadari betul oleh para marketer dari produk-produk tertentu dan kemudian memanfaatkannya sebagai salah satu pengejawantahan dari strategi pemasaran mereka. Maka kemudian lahirlah istilah erotic marketing yang mengacu pada penggunaan konten-konten erotis dalam strategi pemasaran. Secara definisi, menurut Oxford Dictionary, erotis berarti sesuatu yang menimbulkan keinginan atau kenikmatan seksual. Jadi, erotica marketing dapat diartikan sebagai penggunaan hal-hal yang dapat menimbulkan keinginan atau kenikmatan seksual bagi yang menjadi objeknya dalam memasarkan suatu produk. Tidak jelas kapan pertama kali istilah ini digunakan, namun tampaknya untuk pengapliakasiannya sendiri bahkan sudah ada semenjak puluhan tahun yang lalu.

Meskipun sudah diakui keampuhannya dalam menarik minat dan atensi target market, namun bukan berarti penggunaan unsur-unsur erotik dalam strategi pemasaran tak lepas dari masalah. Masalah yang terjadi biasanya disebabkan oleh adanya penolakan oleh lingkungan eksternal, baik sosial, budaya, norma, atau agama di mana strategi tersebut diaplikasikan. Buktinya, coba saja lihat kasus film ML, video klip Aura Kasih, atau pemotongan durasi iklan L-men karena kontennya yang dianggap “vulgar”. Permasalahan berikutnya adalah terkait dengan konten sexy dari erotic marketing itu sendiri. Dalam dunia erotic marketing, dikenal suatu jargon, “erotic marketing isn’t sexy, but raunchy”. Maksudnya adalah bahwa nilai yang diberikan oleh suatu konten erotis hanyalah sekadar menampilkan hal-hal yang cenderung berbau pornografi namun kurang akan imajinasi serta tidak memberikan value added apa-apa— selain memacu syahwat tentunya. Oleh karena itu, terkadang banyak produk-produk yang menampilkan hal-hal erotis yang justru melekatkan imej “murahan” terhadap produk tersebut. Sebagai contoh kita bisa melihat koran Lampu Merah dan koran-koran serta tabloid stensilan lainnya yang hanya sekadar menampilkan gambar-gambar erotik namun miskin akan nilai untuk konsumen.

Terlepas dari itu semua, erotica marketing memang merupakan salah satu khazanah kekayaan ilmu marketing yang patut untuk diperhitungkan. Selain kemampuannya yang sangat ampuh untuk menarik minat dan perhatian massa, ia juga terbukti sangat eksis dan populer di kalangan masyarakat awam, lelaki khususnya. Yah, untuk yang satu ini boleh percaya boleh tidak, namun itulah realitanya. Erotica marketing akan terus ada dan berkembang selama manusia itu sendiri masih eksis dan mempunyai ketertarikan seksual tentunya.

SOurce Pic: BusinessWeek

2 komentar to “Erotica Marketing:Penggunaan unsur erotis dalam dunia pemasaran”

  • 29 Maret 2009 pukul 17.03

    iklan-iklan perfume.... itu sexy tapi gak vulgar... tinggal bagaimana kita mengemas dalam konteks kultural dan etno setempat.....

    delete
  • 29 Maret 2009 pukul 20.49
    eryadi says:

    yupz setuju...sexy tak selamany vulgar...^^

    delete

Posting Komentar

 

Marketing Kami Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger